Pupuh pertama
Dangdanggula, 13 bait. Pupuh ini bercerita tentang perjalanan Walangsungsang dalam mencari agama islam. Walangsungsang yang adalah putra mahkota dari kerajaan Pajajaran (Prabu Siliwangi). Ia mengutarakan keinginannya pada Prabu Siliwangi, namun Prabu Siliwangi marah dan kemudian mengusir walangsungsang dari pakuan Pajajaran. Dalam mimpinya itu Walangsungsang disuruh untuk berguru pada Syech Nurjati, seorang pertapa asal Mekah di bukit Amparan jati, Cirebon. Dalam perjalanan mencari Syekh Nurjati itu, kemudian Walangsungsang bertemu dengan seorang pendeta Budha bernama Sang Danuwarsi.
Pupuh Kedua
Kinanti, 24 bait. Pupuh ini menceritakan Rarasantang, adik dari Walangsungsang yang menyusul kakaknya dalam mencari agama islam hingga pertemuannya dengan kakaknya di Gunung Merapi. Dalam pupuh ini pun diceritakan bahwa Prabu Siliwangi memerintahkan Patih Arga untuk mencari sang putri dan tak boleh pulang sebelum sang putri ditemukan. Karena beliau tak menemukan sang putri maka patih Arga tak berani kembali ke Pajajaran dan akhirnya menetap di negeri Tajimalela.
Sementara itu, perjalanan Rarasantang telah sampai ke Gunung Tangkuban-perahu dan bertemu dengan Nyai Ajar Sekati. Rarasantang diberi pakaian sakti oleh Nyai Sekati sehingga ia bisa berjalan dengan cepat. Nyai Saketi memberi petunjuk pada Rarasantang untuk berguru pada seorang pertapa di gunung Cilawung bernama Ajar Cilawung. Di gunung Cilawung inilah kemudian rarasantang berganti nama atas perintah Ajar Cilawung menjadi Nyai Eling dan diramal kelak akan melahirkan seorang putra yang akan memimpin kerajaan di bumi.
Selanjutnya Rarasantang yang telah beralih nama menjadi Nyi Eling diberi petunjuk supaya terus melanjutkan perjalanan menuju Gunung Merapi. Sampai disini, cerita pun beralih kepada Walangsungsang yang tengah berguru pada resi danuwarsi atau dikenal juga dengan nama Nyi Ajar Sasmita. Walangsungsang oleh Resi Danuwarsih diganti namanya menjadi Samadullah yang kemudian menghadiahinya sebuah cincin sakti bernama Ampal yang kesaktiannya dapat memuat berbagai macam benda duniawi. Ketika keduanya tengah asyik berbincang-bincang tiba-tiba datanglah Rarasantang yang serta merta memeluk kakaknya. Di Gunung Merapi, Walangsungsang dinikahkan dengan putri Danuwarsi yang bernama Indang Geulis. Sesuai dengan petunuk Resi Danuwarsi, Samadullah beserta istri dan adiknya meninggalkan Gunung Merapi menuju bukit Ciangkup. Indang Geulis dan Rarasantang 'dimasukkan' ke dalam cincin Ampal.
Pupuh Ketiga
Asmarandana, 16 bait. Di bukit Ciangkup "tempat bertapa seorang pendeta Budha bernama Sanghyang Naga" Samadullah diberi pusaka berupa sebilah golok bernama golok Cabang yang dapat berbicara seperti manusia dan bisa terbang. Setelah mengganti nama Samadullah menjadi Kyai Sangkan, Sanghyang Naga memberi petunjuk agar Samadullah melanjutkan perjalanan ke Gunung Kumbang menemui seorang pertapa yang bergelar Nagagini yang sudah teramat tua. Nagagini adalah seorang pendeta yang mendapat tugas dewata untuk menjaga beberapa jenis pusaka: kopiah waring, badong bathok (hiasan dada dari tempurung), serta umbul-umbul yang harus diserahkan kepada putera Pajajaran. Atas petunjuk Nagagini, Walangsungsang kemudian berangkat ke Gunung Cangak. Nagagini memberi nama baru bagi Walangsungsang, yakni Karmadullah.
bersambung....
Babad Cirebon Menurut Naskah Klayan
Written By Novita Anggraeni on Monday, March 16, 2009 | 12:41 AM
Related Articles
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
0 comments:
Post a Comment